Pagar Nusa : Sejarah Berdiri dan Para Tokohnya

NUOnline - Menurut Ensiklopedia NU, Pagar Nusa bertugas menggali,
mengembangkan, dan melestarikan seni bela diri pencak silat
Indonesia. Nama resminya adalah lkatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama
(IPS-NU) Pagar Nusa kemudian sekarang membuang kata ikatan, menjadi
Pencak Silat NU. Sedangkan Pagar Nusa sendiri berarti pagarnya NU dan
bangsa.
Pagar
Nusa dibentuk pada 3 Januari 1986 di Pondok Pesantren Lirboyo,
Kediri, Jawa Timur. NU mengesahkan pendirian dan kepengurusannya
melalui Surat Keputusan tertanggal 9 Dzulhijjah 1406/16 Juli 1986.
Lahirnya Pagar Nusa berawal dari perhatian dan keprihatinan para kiai
NU terhadap surutnya ilmu bela diri pencak silat di pesantren.
Padahal, pada awalnya pencak silat merupakan kebanggaan yang menyatu
dengan kehidupan dan kegiatan pesantren.
Surutnya
pencak silat antara lain ditandai dengan hilangnya peran pondok
pesantren sebagai padepokan pencak silat. Padahal, sebelumnya pondok
pesantren merupakan pusat kegiatan ilmu bela diri tersebut. Kiai atau
ulama pengasuh pondok pesantren selalu merangkap sebagai ahli pencak
silat, khususnya aspek tenaga dalam atau hikmah yang dipadu dengan
bela diri. Pada saat itu seorang kiai sekaligus juga pendekar pencak
silat.
Du
sisi Iain tumbuh berbagai perguruan pencak silat dengan segala
keanekaragamannya berdasarkan segi agama, aqidah, maupun
kepercayaannya. Perguruan-perguruan itu kadang bersifat tertutup dan
saling mengklaim sebagai yang terbaik serta terkuat.
Para
ulama-pendekar merasa gelisah melihat kenyataan tersebut. KH
Suharbillah, seorang pendekar dari Surabaya, menceritakan masalah itu
kepada KH Mustofa Bisri di Rembang. Mereka lalu menemui KH Agus
Maksum Jauhari (Lirbow) atau Gus Maksum, yang memang dikenal sebagai
tokoh ilmu bela diri.
Pada
27 September 1985 mereka berkumpul di Pondok Pesantren Tebuireng,
Jombang. Tujuannya untuk membentuk suatu wadah di bawah naungan NU
yang khusus mengembangkan seni bela diri pencak silat. Musyawarah
tersebut dihadiri tokoh-tokoh pencak silat dari Jombang, Ponorogo,
Pasuruan, Nganjuk, Kediri, Cirebon, dan Kalimantan. Kemudian
terbitlah Surat Keputusan Resmi Pembentukan Tim Persiapan Pendirian
Perguruan Pencak Silat Milik NU yang disahkan pada 27 Rabi’ul Awwal
1406/ 10 Desember 1985 dan berlaku hingga 15 Januari 1986.
Musyawarah
berikutnya diadakan di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, pada 3
Januari 1986. Musyawarah ini menyepakati susunan Pengurus Harian Jawa
Timur yang merupakan embrio Pengurus Pusat. Gus Maksum dipilih
sebagai ketua umumnya.
Nama
organisasi yang disepakati dalam musyawarah tersebut adalah lkatan
Pencak Silat Nahdlatul Ulama yang disingkat IPS-NU yang kemudian
sekarang menjadi PSNU. Ketua PWNU Jawa Timur KH Anas Thohir kemudian
mengusulkan nama Pagar Nusa. Nama “Pagar Nusa" berasal dan KH
Mujib Ridlwan dari Surabaya, putra dari KH Ridlwan Abdullah, pencipta
lambang NU.
KH
Suharbillah mengusulkan lambang untuk Pagar Nusa, yaitu segi lima
yang berwarna dasar hijau dengan bola dunia di dalamnya. Di depannya
terdapat pita bertuliskan “Laa ghaliba illa billah” yang artinya
”tiada yang menang kecuali mendapat pertolongan dari Allah”.
Lambang ini dilengkapi dengan bintang sembilan dan trisula sebagai
simbol pencak silat. Sedangkan kalimat ”Laa ghaliba illa billah”
merupakan usul dari KH Sansuri Badawi untuk mengganti kalimat
sebelumnya, yaitu ”Laa ghaliba ilallah”.
Untuk
membentuk susunan pengurus tingkat nasional, PBNU di Jakarta membuat
surat pengantar kesediaan ditunjuk menjadi pengurus. Surat ini
ditandatangani Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid dan Rais Aam KH
Achmad Siddiq.
Pagar
Nusa mengadakan Munas I di Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong,
Kraksaan, Probolinggo. Surat kesediaan ditempati sebagai
penyelenggara munas ditandatangani oleh KH Saifurrizal. la juga yang
menentukan tanggal pelaksanaan acara tersebut, yaitu 20-23 September
1991. Namun, ternyata itu adalah tanggal yang tepat dengan 100 hari
wafatnya KH Saifurrizal sehingga pada pembukaan acara pun terlebih
dahulu diadakan tahlilan.
Sesuai
hasil Muktamar NU di Cipasung, Tasikmalaya (1994), Lembaga Pencak
Silat NU Pagar Nusa berubah status dari Lembaga menjadi badan otonom.
Kemudian pada Muktamar NU di Lirboyo (1999), status Badan Otonom
kembali berubah menjadi lembaga.
Munas
II Pagar Nusa diadakan di Padepokan IPSI Taman Mini Indonesia Indah,
Jakarta, pada 22 Januari 2001. Acara ini diikuti perwakilan dari Jawa
Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Riau, Bali, Kalimantan, dan
Sulawesi. Bahkan, Jawa Timur yang merupakan pusat pengembangan PSNU
Pagar Nusa mengikutsertakan perwakilan dari cabang-cabang yang ada di
35 kabupaten/kota se-Jawa Timur dan pondok pesantren.
Acara
yang dibuka oleh Presiden KH Abdurrahman Wahid ini membahas
agenda-agenda: (1) Organisasi: Membahas masalah Peraturan Dasar dan
Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) IPS-NU Pagar Nusa; (2) Ke-Pasti-an:
Membahas masalah Pasti (Pasukan lnti) dan perangkat yang lain yang
meliputi seragam dan atributnya, keanggotaan, dan kepelatihan; (3)
Teknik dan Jurus: Membahas, menggali, dan menyempurnakan jurus-jurus
yang sudah dimiliki oleh IPS-NU Pagar Nusa yang kemudian
didokumentasikan dalam bentuk hard copy (buku) dan soft copy (kaset
dan VCD).

Saat
ini Pagar Nusa memakai seragam khusus, antara Ialn:
- Seragam Atlet: baju dan celana berwarna hitam dengan bagde IPSI dl dada sebelah kanan dan bagde Pagar Nusa di dada sebelah kiri dilengkapi sabuk kebesaran warna hijau yang diikatkan dengan simpul hidup di sebelah kanan;
- Seragam Pasukan Inti (Pasti) Putra: kemeja lengan panjang berwarna hitam, celana warna hitam, sepatu hitam PDH dengan memakai atribut yang telah ditentukan;
- Seragam Pasukan lnti (Pasti) Putri: pasukan yang dibentuk dan bertugas pertama kali pada acara Istighatsah Nasional PBNU di Lapangan Kodam V Brawijaya Surabaya pada 15 Mei 2003 ini memakai seragam berupa blazer (jas) berwarna hitam, jilbab hitam, celana hitam, dan memakai sepatu PDH berwarna hitam dengan atribut yang telah ditetapkan;
- Seragam Pengurus: baju dan celana warna hitam, jas warna putih, berkopiah hitam, dan bersepatu PDH warna hitam;
- Seragam Tim Khos: seperti seragam pengurus ditambah dengan simbol khusus;
- Seragam Kebesaran: jubah warna hitam yang dipakai hanya pada ajang tingkat nasional.
Sejak
jaman dahulu, di lingkungan Pesantren NU, terdapat banyak
sekalialiran silat; baik aliran silat yang ada diJawa timur, Jawa
barat, Jawa tengah,Banten, silat Betawi, silek Minang, silat Mandar,
Silat Mataram, dan lain lain. Karena beragamnya aliran silat
tersebutmaka dibentuklah PAGAR NUSA sebagai wadah perkumpulan
perguruan pencak silat dibawah naungan NU.
Wadah
ini tetap membuka keragaman dan memberi keluasaan pada tiap-tiap
perguruan untuk mengembangkan diri dan mempertahankan ciri khasnya
masing-masing. Artinya walaupun ada perbedaan namun tetap satu
saudara. Maka tak heran jika sekarang ini kita mengenal ada: Pagar
Nusa Gasmi, Pagar Nusa Batara Perkasa, Pagar Nusa Satria Perkasa
Sejati (Saperti), Pagar Nusa Nurul Huda Pertahanan Kalimah Syahadat
(NH Perkasa), Pagar Nusa Cimande Kombinasi, Pagar Nusa Sakerah, Pagar
Nusa Tegal Istigfar, Pagar Nusa JPC, Pagar Nusa Bintang Sembilan,
Pagar Nusa Sapu Jagad, dll.
Gus
Maksum dan Berdirinya GASMI
Rasa
keprihatinan Gus Maksum atas berkembangnya konflik dimasyarakat
antara kaum muslim dan golongan komunis, mendorong beliau melakukan
training-training pencak silat. Kegiatan ini dilakukan dengan harapan
bisa menjadi bekal bagi masyarakat terhadap ancaman teror dari PKI
yang semakin brutal. Seiring waktu, berbagai kelompok training pencak
silat tersebut disatukan dalam sebuah perguruan yangdiberi nama GASMI
(Gerakan Aksi Silat Muslimin Indonesia). GASMI resmi berdiri di
Pondok pesantren Lirboyo pada tanggal 11 Januari 1966.
Gasmi
berdiri sebagai tandingan atasberkembangnya LEKRA (LembagaKebudayaan
Rakyat) yang bergerak dibawah naungan PKI (Partai KomunisIndonesia).
Gus Maksum memandang ini penting karena LEKRA adalah otak dibalik
setiap aksi provokasi, sabotase,teror dan hal-hal yang meresahkan
masyarakat lainnya. Menghadapi aksi LEKRA ini, beliau mengatakan “Ada
Aksi ada Reaksi. LEKRA beraksi GASMIBereaksi, Amar ma’ruf nahi
mungkarharus selalu ditegakan!”.
Bentuk-bentuk
perjuangan Gasmi pada periode awal diantaranya adalah dakwah
menguasai masjid-masjid dengan latihan-latihan silat dan pengajian
yang dikemas dalam latihan silat, mengadakan berbagai “Open Bar”
atau “Pencak Dor”, yaitu sebuah panggung terbuka setinggi 2 meter
untuk pertandingan beladiri yang melibatkan berbagai kalangan untuk
bertarung secara ‘jantan dan ksatria’, maupun penanganan secara
langsung terhadap “aksi sepihak” yang dilakukan oleh PKI terhadap
masyarakat sipil. Baru setelah situasi keamanan mulai kondusif, pada
tanggal 14 januari 1970 GASMI secara resmi didaftarkan pada Ikatan
Pencak Silat Indonesia (IPSI).
Dari
lahirnya GASMI inilah Gus Maksum kemudian terinspirasi untuk
menyatukan berbagai macam aliran silat yang ada di NU secara lebih
luas lagi. Dimulai dengan merangkul perguruan silat tradisional lokal
eks. Karesidenan Kediri seperti Jiwa Suci milik pesantren Al M’aruf
Bandar Lor kediri, PORSIGAL (Perguruan Olah Raga Silat Indah Garuda
Loncat), sebuah perguruan silat tradisional Blitar, Asta Dahana,
sebuahperguruan silat Kediri. dan beberapa perguruan silat lokal
lainnya.
Gagasan
PAGAR NUSA
Disisi
lain, pada suatu pertemuan KH. Mustofa Bisri Rembang menceritakan
kepada Prof. Dr. KH. Suharbillah Surabaya tentang semakin surutnya
dunia persilatan di halaman pesantren. Hal ini ditandai dengan
hilangnya peran pesantren sebagai Padepokan Pencak Silat. Sejak jaman
walisongo kyai-kyai pesantren adalah juga pendekar yang mengajarkan
ilmu pencak silat dipesantrennya masing-masing. Namun seiring waktu,
kenyataan tersebut mulai hilang. Terutama disebabkan semakin padatnya
jadwal pendidikan pesantren karena orientasi penerapan standar
pendidikan modern.
Padahal
diluar pesantren aneka ragam perguruan silat tumbuh semakin menjamur.
Mereka menggunakan pencak silat sebagai misi pengembangan agama dan
kepercayaannya masing-masing. Dan perguruan-perguruan silat yang
sebenarnya bersifat lokal ini, di antara mereka saling merasa paling
kuat. Sehingga tak jarang terjadi bentrokan di antara mereka. Dan
yang merasa kalah kuat akhirnya berguguran dan kemudian hilang dari
peredaran. Karena kenyataan tersebut, KH. Mustofa Bisri kemudian
menyarankan KH. Suharbillah untuk menemui KH. Abdullah Maksum jauhari
di Lirboyo Kediri untuk menggagas persoalan ini.
Kegelisahan
serupa juga dirasakan oleh KH. Syansuri Badawi Tebu Ireng. Beliau
menyayangkan maraknya tawuran antar pengikut perguruan silat yang
meresahkan masyarakat, terutama dikawasan kabupaten Jombang dan
sekitarnya. Kemudian Kyai Sansuri berinisiatif menemui PWNU Jawa
Timur yang pada waktu itu diketuai oleh KH. Hasyim Latif untuk
menyampaikan masalah di masyarakat tersebut.
Selanjutnya,
KH. Hasyim Latif mengutus sekretaris PWNU Jawa Timur KH. Ghofar
Rahman, Ketua Lembaga Ma’arif KH. Ahmad Buchori Susanto dan Prof.
Dr. KH Suharbillah, SH. LLT. untuk menemui KH. Abdullah Maksum
Jauhari atau yang biasa dipanggil Gus Maksum di pesantren Lirboyo
Kediri. Dalam pertemuan di Lirboyo ini disepakati bahwa akan dibentuk
sebuah wadah pencak silat yang menaungi seluruh aliran pencak silat
dilingkungan Nahdlatul Ulama. Dan Gus Maksum yang sudah terkenal
sebagai ahlinya pencak silat diminta untuk menjadi ketua umumnya
nanti jika sudah terbentuk wadah tersebut.
Pertemuan
berikutnya untuk menggodok konsep wadah pencak silat NU tersebut
berlangsung di Pesantren Tebu Ireng pada 12 Muharram 1406 atau
bertepatan dengan 27 september 1985. Pertemuan ini dihadiri beberapa
pendekar antara lain: KH. Abdullah Maksum Jauhari Lirboyo,
KH.Abdurahman Ustman Jombang, KH.Muhajir Kediri, H. Athoillah
Surabaya, Drs.Lamro Azhari Ponorogo, Timbul JayaLumajang, KH. Ahmad
Buchori Susanto dan Prof. Dr. KH Suharbillah, SH. LLT. dan beberapa
pendekar lainnya dari Cirebon, Kalimantan, Pasuruan dan Nganjuk.
Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan antara lain :
- Fatwa Ulama KH.Syansuri Badawi bahwa,”Pencak Silat Hukumnya boleh dipelajari asal dengan tujuan perjuangan”.
- Dibentuknya suatu Ikatan bersamauntuk mempersatukan berbagai aliran silat dibawah naungan NU.
Berdirinya
Pagar Nusa
Mengacu
pada Surat Keputusan Resmi Pembentukan Tim Persiapan Pendirian
Perguruan Pencak Silat NU yang disahkan pada 10 Desember 1985 dan
berlaku sampai dengan tanggal 15 januari 1986, maka diadakanlah
pertemuan lanjutan di pesantren Lirboyo Kediri pada tanggal 3 Januari
1986. Pertemuan itu dihadiri oleh pendekar-pendekar dari Ponorogo,
Jombang, Kediri, Nganjuk, Pasuruan, Lumajang, Cirebon dan Kalimantan.
Dan beberapa perwakilan PWNU Jawa Timur diantaranya KH. Ahmad Bukhori
Susanto dan Prof. Dr. KH. Suharbillah, SH. LLT. Musyawarah di
Pesantren Lirboyo ini sekaligus menandai lahirnya Ikatan Pencak Silat
Nahdlatul Ulama Pagar Nusa. Nama itu diciptakan oleh KH. Mujib
Ridlwan dari Surabaya. KH. Mujib Ridlwan adalah putra KH. Ridlwan
Abdullah pencipta lambang NU.
No comments for "Pagar Nusa : Sejarah Berdiri dan Para Tokohnya"
Post a Comment