Aspek - aspek Budaya Politik Indonesia - Nazaruddin Sjamsuddin

Kegiatan
berpolitik memang tidak lepas dari kehidupan sosio cultural manusia.
dalam bab ini Nazarudin menoba menggambarkan budaya politik secara
makro. Dalam artikel ini, Nazarudin mencoba melihat melihat bahwa
masyarakat itu pada hakikatnya tidak dapat melepaskan orientasi
individu mereka namun aspek individu dalam arena politik hanya
sebagai pengakuan akan adanya fenomena dalam masyarakat tertentu.
Dalam hal ini melihat pada definisi tentang kebudayaan terutama
kebudayaan politik, kebudayaan politik menyatakn bahwa budaya politik
sebagai suatu sikap orientasi yang khas pada warga negara terhadap
sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan
warga negara dalam sistem itu. dimana budaya politik seperti ini
memebawa ke dalam suatu pemahaman konsep yang memadukan dua tingkat
orientasi politik, yaitu sistem dan individu.
Disini
Almond Verba melihat bahwa bahwa pandangan tentang obyek politik,
terhadap tiga komponen, yaitu:
- Kognitif
- Afektif
- Evaluative
Jika
dilihat dari konsep-konsep dalam politik negara-negara berkembang,
khususnya Indonesia banyak terjadi masalah-masalah yang fundamental
antara sistem politik dengan aspek-aspek kebudayaan dalam masyarakat.
bagaimana negara-negara berkembang sering mengalami
persoalan-persoalan menganai kebudayaan tradisional dan modern.
Bagaimana disini budaya politik saat ini bertentangan dengan hukum
adat dalam suatu masyarakat, terutama di Indonesia.
Sistem
politik secara keseluruhan itu adalah pandangan atau sikap dari warga
negara yang merupakan suatu aspek budaya politik yang sangat penting.
Kerja sama dan konflik atau rasa percaya mungkin mendorong seseorang
atau suatu kelompok untuk bekerjasama dengan orang atau kelompok
lain. Jadi kerja sama dan konflik tidak saja mewarnai kehidupan suatu
masyarakat melainkan juga dapat menjadi ciri dari suatu budaya
politik masyarakat. Interaksi demikian memungkinkan timbulnya
kontak-kontak antara budaya politik suatu kelompok dengan budaya
politik kelompok lainnya.
Dilihat
dari fungsinya secara keseluruhan budaya politik bertujuan mencapai
atau memelihara stabilitas sistem politik yang demokrasi. Dalam
mencapai tujuan ini terdapat dua masalah yang sangat mendasar,
pertama bagaimana rakyat tunduk dan patuh pada tuntunan negara.
Kedua, bagaimana meningkatkan konsensus normatif yang mengatur
tingkah laku politik warga negara. Dikatakan bahwa integritas politik
harus berdiri di atas landasan budaya politik yang kuat.
Adanya
kesediaan untuk menerima nilai dan proses pembangunan politik akan
memperkecil kemungkinan timbulnya permasalahan dalam proses
integritas politik. Masalah pokok dalam proses pembentukan dan
pematangan budaya politik yakni adanya hambatan yang sukar untuk
diabaikan begitu saja. Di samping itu pengaruh kepercayaan dan sistem
kultural (adat istiadat) mejadi salah satu faktor yang berpengaruh
dalam budaya politik. Pertemuan kedua unsur di atas telah berlangsung
lama di Indonesia, sehingga tidak hanya mendarah daging namun juga
mengaburkan batas-batas yang biasanya ada di antara keduanya.
Seorang
ilmuan Australia Herbert Feith mengemukakan bahwa Indonesia memiliki
dua budaya politik yang dominan yaitu “Aristrokrasi Jawa” dan
“wiraswasta islam” selain kedua budaya politik itu menurut Feith
kita juga memiliki sejumlah budaya politik penting dibandingkan
dengan budaya politik aristokrasi Jawa dan wiraswasta islam. Geertz
mengelompokkan masyarakat ini atas tiga subbudaya yaitu santri,
abangan, dan priyayi. Sementara itu ahli antropologi Amerika Serikat
yang lain, Hildred Greetz secara lebih menyeluruh mengelompokkan
masyarakat Indonesia ke dalam tiga subbudaya politik atau, dalam
terminologinya sendiri, sociocultural types (bentuk-bentuk social
cultural). Ketiga kelompok itu adalah “petani pedalaman jawa dan
bali”, “masyarakat islam pantai”, dan “masyarakat
pegunungan. Berdasarkan prinsip Bhineka Tunggal Ika semua bentuk
subbudaya politik yang ada di tanah air ini adalah budaya politik
Indonesia. Feith menjelaskan pertarungan antara subbudaya politik
aristokrasi jawa dan kewiraswastaan islam.
Pola
yang kedua juga merupakan pola yang cukup klasik dalam perkembangan
politik Indonesia yaitu embenturan antara subbudaya politik yang
berlindung di balik kepentingan jawa dan luar jawa dengan kelompok
subbudaya politik yang ada di jawa sehingga sering perselisihan
terpaksa diselesaikan di ujung senjata.
Salah
satu bentuk orientasi politik adalah apa yang dinamakan political
efficacy dalam arti adanya harapan warga negara akan peranan yang
dapat dimainkanya dalam sistem politik. Interaksi adat dengan agama
ikut mewarnai perkembangan subbudaya politik bahkan tidak jarang
warna yang diberikannya malah manjadi ciri yang menonjol bahwa
subbudaya politik yang berwarna keras melahirkan daerah yang tertutup
terhadap pengaruh dari luar.
No comments for "Aspek - aspek Budaya Politik Indonesia - Nazaruddin Sjamsuddin"
Post a Comment