Cerita JKAI: Di Atas Jaring Laba-laba, Lahirlah JKAI, 6 Agustus 1989 (Bambang "Keket" Setiawan)


Hari terakhir Sarasehan Mahasiswa Antropologi Se-Indonesia, sebagian peserta sudah packing. Kami akan berpisah, pulang ke universitas masing-masing. Tetapi, Tim Perumus tetap harus berkumpul pagi ini. Agenda utamanya, menetapkan nama organisasi. Beberapa yang hadir saat itu, sejauh saya ingat, adalah:

  • Unhas: Hasan Gamatri dan Muhammad Zaenal

  • UI: Bambang Setiawan dan Budi Santoso 88

  • UGM: "Kanthong" Bina Riyanto dan Muttaqin

  • Unair: Ita Muria Mahargyani dan Mairina Bonita

  • Unand: Yefrinaldi dan Dedi Ponedi

  • Uncen: Elna Francis dan Dona

  • USU: Indira Ganis dan Lillyana Papilaya

  • Unud: Made Dharma Putra dan I Wayan Wijana

  • Unpad: Desi Lena, Febby

  • Unpakuan: M. Rifai dan Ita Rianita

  • Unmuh:

  • Unsrat:

Persoalan pertama yang kita bahas adalah penggunaan kata "Mahasiswa" dalam nama organisasi, apakah perlu atau tidak? Setelah sedikit berdebat akhirnya kita tidak memakainya, karena jaringan ini dibentuk oleh himpunan2 dari tiap universitas, yang sebagian masih terikat dengan alumni. Beberapa organisasi, seperti IKA UI misalnya, mencakup selain anggota mahasiswa juga alumni. Perdebatan lainnya terkait soal apakah menggunakan awalan "Se" (Jaringan Kekerabatan Antropologi Se-Indonesia) atau cukup Jaringan Kekerabatan Antropologi Indonesia. Awalan "Se" memang dipakai untuk sarasehan, tetapi tampaknya aneh jika untuk nama organisasi ada awalan itu. Pada akhirnya semua setuju untuk menyebut organisasi ini dengan nama Jaringan Kekerabatan Antropologi Indonesia (JKAI).

"Lalu, lambang organisasinya apa?"

"Ada usul?"

Kami lalu sibuk menggambar, beberapa mengusulkan gambarnya. Dan, di bekas bungkus rokok, kugambar jaring laba2. Kupandang. Gambarku jelek. Aku memang tidak pernah bisa menggambar. Sejak SD, tiap disuruh guru, yang kugambar hanya kapal selam atau pemandangan sawah dengan gunung di latar belakangnya. Tapi, siapa tahu substansi gambarku bisa diterima. Maka, kucoba menggambar di papan tulis. Masih jelek juga. Namun, dengan gaya melenting kucoba memberi arti pada simbol itu. "Rumah laba2 adalah referent paling purba, ketika orang memulai membuat jaring."
Entah terkesima atau pusing dengan penjelasanku, akhirnya simbol itu diterima. Kelak, gambar di bungkus rokok itu kuserahkan ke "Kojay" Sunjaya, Antrop UI '87, untuk dibuat menjadi simbol resmi JKAI. Meski hanya dengan rugos, tangan senimannya dapat menyulap gambar jelekku jadi jauh lebih keren. Simbol itu kemudian dipakai secara resmi dalam peluncuran bulletin "Totem" JKAI.

"Satu hal lagi yang belum kita bahas. Apa asas dan visi organisasi kita?" Setelah satu jam membahas, kita menetapkan beberapa poin penting sebagai landasan organisasi. Di antaranya:

  1. JKAI berasaskan Pancasila.

  2. JKAI bukanlah organisasi yg mempunyai tujuan politik praktis.

  3. JKAI bertujuan mengembangkan keilmuan antropologi dan kebudayaan.

"Biar aku ketik dulu keputusan pendirian organisasi ini. Nanti habis makan siang kita semua kumpul sebentar untuk tanda tangan," kata Kanthong. Kita pun break makan siang, dan segera kembali ke ruangan untuk tanda tangan. Dengan ditandatanganinya naskah itu oleh ketua-ketua dan perwakilan himpunan yang hadir, maka JKAI pun resmi berdiri, 6 Agustus 1989.


(Bersambung)

Achmad Migy Pratama Wicaksono
Achmad Migy Pratama Wicaksono Saya seorang amatiran yang sotoy tapi baik

No comments for "Cerita JKAI: Di Atas Jaring Laba-laba, Lahirlah JKAI, 6 Agustus 1989 (Bambang "Keket" Setiawan)"