Review Film One Big Hapa Family – A Film By Jeff Chiba Stearns

One
Big Happa Family, adalah sebuah film yang menceritakan kehidupan
orang-orang jepang yang di tinggal di Kanada. Dimana banyak di antara
mereka yang melakukan perkawinan antar ras. Jeff dalam filmnya selain
merekam permasalahan dan fenomena yang muncul dari akibat perkawinan
tersebut, Jeff juga membuat perbandingan deantara orang keturunan
jepang dengan orang-orang dari bangsa lain yang melakukan perkawinan
antar ras yang tinggal di Kanada. Dalam film tersebut di gambarkan
orang Arab yang menikah dengan orang Kanada, yang muncul adalah
masalah perijinan orang tua yang di akibatkan oleh perbedaan budaya.
Sehingga mereka berdua harus menyembunyikan hubungan mereka. Lain
halnya dengan perkawinan campuran yang berikutnya yang dilakukan oleh
seorang wanita bangsa Jerman. Dimana perkawinan mereka berlangsung
cukup lama sampai meraka tua. Kedua komparasi pernikahan tersebut,
dalam segi kebudayaan tidak ada yang dominan. Berbeda dengan
orang-orang Jepang yang melakukan perkawinan campuran. Kita akan
menemukan kebudayaan Jepang lebih dominan di dalamnya. Tidak peduli
dari pihak laki-laki yang orang Jepang atau pihak perempuan yang
orang Jepang. Baik dari segi makanan khasnya dan lainnya. Meski tidak
secara menyeluruh, tapi cukup menekankan bahwa budaya itu milik
Jepang.

Film
ini diawali dengan sebuah adegan dimana muncul potret-potret sebuah
keluarga campuran Jepang-Kanada. Mengambil sudut pandang orang
pertama, film ini berkisah tentang seorang anak dari keluarga multi
ras, yang berada dalam suatu perjalanan penemuan
diri untuk mencari tahu mengapa semua orang di Jepang-Kanada
keluarganya menikah antar ras setelah generasi kakek-neneknya.
Dibumbui dengan live action dan animasi, film ini menyajikan
mengapa pernikahan antar ras terjadi dan bagaimana keturunan mereka
menghadapi perbedaan budaya di lingkup keluarga mereka.
berawal
ketika Perang Dunia II, banyak orang Jepang yang menyebar dengan
berbagai tujuan termasuk inspeksi militer demi memperluas daerah
jajahanya. Karena pada saat itu Jepang juga ikut andil di dalamnya.
Setelah PD II berakhir, masih banyak orang-orang Jepang yang belum
kembali ke negaranya. Kebencian orang-orang Eropa kepada Jepang
akibat perang-perang yang di gencarkan Jepang kepada mereka masih
membekas. Sehingga secara tidak langsung membuat mereka terasingkan,
Yang pada akhirnya hal tersebut menempatkan mereka ke dalam
shelter-shelter yang berada di Kanada ini. Selama dalam shelter,
orang-orang tersebut hidup layaknya seorang petani Jepang. Bangunan
rumah di tempat tersebut dibuat semirip mungkin dengan keadaan rumah
yang ada di Jepang. Dengan dapur, kamar mandi, tempat tidur, serta
properti yang di buat juga mirip dengan keadaan yang ada di negara
asalnya.
Selain
itu, dari aspek yang mereka konsumsi di film ini terlihat orang-orang
itu sendiri yang membuat semuanya itu. Hal ini di maksudkan agar
timbul rasa nyaman meskipun tidak berada di kampung halaman sendiri.
Selain itu juga mereka mencoba membangun identitas mereka sendiri.
Sekarang ini shelter-shelter tersebut sudah di jadikan museum. Ada
hal menarik di part ini, dimana ketika Jeff dan penjaga museum
memasuki sebuah ruang yang di gunakan untuk sembahyang. Disitu
terdapat sebuah altar persembahyangan yang sangat unik dan menarik
seperti yang ada di semacam kuil. Tapi yang ini altar milik orang
Jepang dengan ciri dan kekhasanya sendiri. Dimana altar ini digunakan
untuk bersembahyang dirumah selain di kuil. Namun jika diamati, di
altar tersebut terdapat gambar Bunda Maria. Bukan dewa-dewa yang di
sembah oleh orang Jepang. Disini dapat terlihat alkulturasi budaya
atau lebih tepatnya mempertahankan budaya kampung halaman sangat
kuat.
Seiring
berjalannya waktu banyak dari mereka yang menikah dengan orang selain
dari Jepang. Maksudnya melakukan pernikahan campuran dan menghasilkan
anak campuran ras juga. Dalam istilah Indonesia-nya adalah blesteran.
Sebenarya fokus dari film ini adalah menyoroti orang yang melakukan
perkawinan tersebut juga keturunan mereka. Selain membahas masalah
sosial yang ada, perlu di ketahui Jeff juga merupakan keturunan dari
orang tua yang melakukan percampuran ras tersebut. Seiring
berjalannya waktu semakin banyak orang-orang Jepang yang menikah
dengan orang Kanada sendiri, ada juga orang-orang Jepang yang menikah
dengan orang kulit hitam. Meskipun ada beberapa orang yang menikah
dengan sesama orang Jepang. Dalam film terlihat beberapa wanita
Jepang yang menikah secara bersama-sama dengan orang “bule”. Hal
tersebut mirip dengan semacam nikah masal yang ada Indonesia. Hal
tersebut seakan memberi kesan bahwa kebencian orang-orang Eropa
khususnya kepada Jepang akibat PD II sudah tidak ada lagi.
Namun
permasalahan yang ada pada keturunan mereka adalah sikap rasis yang
ditunjukan oleh teman-teman mereka. Diceritakan banyak di antara
mereka pada waktu sekolah sering di ejek dan sulit mendapat
pengakuan. Secara fisik mereka memiliki penurunan gen dari kedua
orang tuanya. Hal ini lah yang biasa di gunakan oleh teman-teman
mereka untuk meledek dan merendahkan mereka. Kesulitan lain bagi
mereka yang lain adalah ketika mereka harus mengisi identitas diri
untuk pecatatan kependudukan. Mereka terlihat bingung harus mengisi
berasal dari ras mana, memiliki warna kulit yang seperti apa, dan
lain sebagainya. Namun banyak di antara mereka ketika di tanya orang
tentang asal keturunan mereka. Dengan tegas ada yang menjawab bahwa
mereka keturunan Jepang. Beberapa terlihat bingung dan beberapa
menerangkan asal usul kedua orang tuanya. Bahkan ada keturunan orang
Jepang dengan kulit hitam. Meskipun berkulit hitam dengan bangga dia
mengatakan bahwa dirinya adalah orang Jepang. Bahkan dia menato
tubuhnya dengan huruf kanji yang jika di baca artinya Nihon
(Jepang). Rasa nasionalisme inilah yang terus di temui pada mereka.

Untuk
menyatukan mereka, setiap tahun rutin diadakan acara gathering
yang biasa mereka sebut dengan reuni. Dalam kegiatan ini mereka
memunculkan kembali permainan-permainan khas mereka dan budaya
mereka. Bahkan yang hadir tidak hanya orang asli Jepang tapi juga
para blesteran. Dimana oranng-orang ini sering di panggil dengan
Hapa. Bukan Hapa orang hawai. Dalam film dikisahkan kata Hapa berasal
dari dua huruf kanji yaitu, “ha” dan “pa”. Jika
di satukan menjadi kata akan mempunyai arti daun yang terlepas dari
pohonya. Mereka mengibaratkan orang Jepang pada jaman dahulu adalah
seperti itu. Mereka tidak dapat lagi kembali ke kampung halaman tapi
juga sulit di terima di kampung orang. Seperti daun yang terlepas
dari batang pohonya. Terlepas dan hanya bisa mengikuti alur angin
yang membawanya terbang.
No comments for "Review Film One Big Hapa Family – A Film By Jeff Chiba Stearns"
Post a Comment